Newsroom

We are a law firm providing a wide range of high-quality legal services in Indonesia.

Tepatkah Advokat Menggantikan Direksi untuk Pimpin RUPS?

Terdapat lima alasan yang menjadikan langkah tersebut tidak tepat, menurut Of Counsel IABF Law Firm, Binoto Nadapdap.

Menjalankan sebuah perusahaan berarti harus siap menanggung paket potensi dan risikonya. Bicara risiko, harus dipahami bahwa permasalahan yang dihadapi bisa saja berbeda. Ada yang kesulitan likuiditas dalam membayar kewajiban kepada mitra bisnis; tidak berjalannya regenerasi kepemimpinan; stok produksi berlebih karena mitra bisnis bangkrut; hingga turn-over SDM yang tinggi. Untuk mengatasi permasalahan yang terjadi, masing-masing direksi memiliki metodenya sendiri. Namun, sekalipun ada perbedaan dalam pengurusan, secara mendasar tujuan dari perusahaan sama, yaitu bagaimana agar perusahaan berjalan sesuai dengan prinsip tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance). Dengan berpegang pada prinsip GCG, perusahaan tidak akan berhadapan dengan proses hukum, sekaligus dapat meraih untung sebagaimana diharapkan pada pembukuan akhir tahun.

Dari sekian banyak kegiatan perusahaan, ada urusan yang dapat ditangani sendiri oleh manajemen (direksi beserta dengan stafnya) dan pihak lain (karena ada keterbatasan kemampuan). Pihak lain di sini, tidak terkecuali advokat yang ditunjuk oleh direksi untuk memberikan konsultasi, bantuan hukum, menjalankan kuasa, mewakili, mendampingi, membela, maupun melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan perusahaan.

Adapun jasa atau bantuan hukum yang diberikan advokat tidaklah bersifat statis. Jenisnya, semakin bervariasi, dipicu oleh berkembangnya persoalan yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Namun, merespons fenomena advokat melaksanakan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), dari banyaknya jasa hukum yang dapat diberikan, tidak ada satupun yang secara tegas menyebutkan perihal pemberian kuasa tersebut.

Of Counsel IABF Law Firm, Binoto Nadapdap mengungkapkan, bisa saja advokat menggunakan alasan pembenar untuk ‘melaksanakan tindakan hukum dalam arti yang seluas-luasnya’. Tindakan hukum dalam arti yang seluas-luasnya, berarti melaksanakan segala tindakan yang didasarkan pada surat kuasa yang diterima.

“Atau bisa saja advokat mempergunakan alasan bahwa kesediaannya untuk mengadakan RUPS adalah bagian dari kegiatan menjalankan bisnis. Setiap Perseroan Terbatas (PT) tentu membutuhkan RUPS demi untuk pengambilan keputusan yang terkait dengan pelaksanaan bisnis. RUPS sebagai bagian dari kegiatan usaha, tidak keliru apabila pelaksanaannya diserahkan kepada advokat sebagai orang yang lebih paham mengenai akibat hukum dari pengambilan keputusan melalui RUPS. Selain itu, tidak ada pula aturan dalam UU PT yang melarang direksi untuk memberikan kuasa kepada advokat untuk menyelenggarakan RUPS,” kata Binoto.

Pertanyaan muncul: apakah advokat berhak mengambil alih tugas direksi melaksanakan RUPS? Apa landasannya dan bisakah direksi memberikan kuasa pada advokat, pada saat pemegang saham meminta pertanggungjawaban direksi?

Setidaknya, terdapat lima alasan yang menjadikan langkah tersebut tidak tepat, menurut Binoto. Pertama, secara prinsip, tidak semua urusan atau penyelesaian masalah internal PT dapat dan harus diserahkan pada advokat. Bagaimanapun, direksilah yang mengetahui secara persis hal-hal yang terjadi dalam suatu perusahaan (day today operation). Ada keterlibatan fisik, pikiran, dan perasaan yang tidak mungkin dijelaskan kepada pihak luar—dalam hal ini advokat—secara utuh, jernih, serta benar-benar akurat.

“Salah satu pertimbangannya adalah, bahwa advokat tidak perlu atau tidak harus mengetahui seluruh isi ‘jeroan’ klien tanpa terkecuali atau tanpa batasan sama sekali,” kata Binoto.

Kedua, soal ketentuan dalam UU PT yang tidak memuat rujukan atau secara tegas memberikan peluang kepada direksi untuk menyerahkan RUPS kepada advokat. Menurut UU PT, pelaksanaan RUPS merupakan bagian dari tanggung jawab direksi sebagai pengurus PT. Jika melihat ketentuan Pasal 81 ayat (2) UU PT, sudah menjadi kewajiban direksi untuk melakukan pemanggilan RUPS kepada pemegang saham. Namun, untuk keadaan tertentu, pemanggilan RUPS juga dapat dilakukan oleh dewan komisaris atau pemegang saham berdasarkan Penetapan Ketua Pengadilan Negeri.

Ketiga, adalah kewenangan pihak yang mengangkat dan memberhentikan direksi. Organ PT yang berhak untuk mengangkat dan memberhentikan direksi PT adalah RUPS. Keputusan ini bersifat langsung dan tidak melibatkan pihak perantara. Karena itu, pada saat pemegang saham meminta pertanggungjawaban dari direksi (tentu bersama dengan dewan komisaris) melalui RUPS, tidaklah tepat apabila pertanggungjawaban tersebut dialihkan oleh direksi dengan cara memberikan kuasa kepada advokat.

“Sikap direksi yang sedemikian rupa, jelas menunjukkan standar ganda. Semestinya sikap yang lebih pas untuk dianut oleh direksi adalah memberikan pertanggungjawaban secara langsung kepada pemegang saham. Tidak perlu dan tidak pada tempatnya direksi memberikan pertanggungjawaban kepada pemegang saham, dengan cara memperpanjang prosedur yang mesti dilalui. Jalur yang semestinya dapat diselesaikan dengan lebih cepat atau lebih ringkas, yaitu direksi sendiri yang melaksanakan RUPS. Namun, pilihan direksi memberikan kewenangan pelaksanaan RUPS kepada advokat, justru memperpanjang penyelenggaraan RUPS,” Binoto menjelaskan.

Keempat, dari segi alokasi anggaran perusahaan. Dapat dipahami bahwa penunjukan advokat dimaksudkan untuk mengatasi kompleksitas urusan hukum. Namun, langkah ini juga berarti harus mengalokasikan anggaran tertentu untuk membiayai jasa advokat. Khusus untuk penyelenggaraan RUPS oleh advokat, Binoto menilai akan sulit mencari konklusi bahwa pemberian kuasa dari direksi kepada advokat menjadikan penyelesaian urusan akan lebih sederhana, ketimbang diselenggarakan sendiri oleh Direksi PT.

Kelima, masalah penguasaan atas kondisi faktual yang terjadi dalam perusahaan. Kecil kemungkinan advokat dapat memahami masalah faktual yang terjadi, sebab direksilah yang paling mengetahui kondisi perusahaan. Ketika ada perubahan yang terjadi, direksi yang paling mengetahui dan mampu menjelaskan pertimbangan-pertimbangan maupun langkah yang diambil.

Terlepas dari fenomena pelaksanaan RUPS oleh advokat, Binoto menekankan, sulit untuk mencari pembenaran atas tindakan direksi tersebut. Memang, memberikan kuasa kepada advokat untuk menyelesaikan urusan tertentu tidaklah dilarang. Namun, di sisi lain, ada jenis urusan yang tidak tepat, mengingat ada tanggung jawab yang melekat pada jabatan direksi.

Sebaliknya, advokat juga harus kritis dan tetap melakukan pengecekan pada setiap permintaan klien. Tanggung jawab direksi berdasarkan UU PT, peraturan perundang-undangan lain, dan Anggaran Dasar PT tidak boleh pindah kaveling. Advokat dapat memberikan pengertian kepada direksi, bahwa pelaksanaan RUPS adalah wilayah tugas mutlak direksi, baik RUPS Tahunan maupun RUPS Luar Biasa.

“Ada pekerjaan yang dapat diselesaikan sendiri oleh penerima kuasa (advokat), dan ada pula yang pada tempatnya dikerjakan sendiri oleh prinsipal (direksi PT). Termasuk, tugas untuk melaksanakan RUPS,” pungkas Binoto.

__________________________

Published by: Binoto Nadapdap

Published on: 10 Aug 2023

Other link: https://www.hukumonline.com/berita/a/tepatkah-advokat-menggantikan-direksi-untuk-pimpin-rups-lt64d4611765b15/?page=1

Contact Us for Legal Assistance

Scroll to Top